Selasa, 30 Oktober 2012

LELAH BERJALAN SENDIRI

Suatu hari, seorang sahabat curhat kepadaku. Dia percaya kepadaku dan
tidak bisa curhat kepada teman yang lain bahkan keluarganya. Tampak
dari luar kelihatan dia baik-baik saja, tidak ada masalah apapun.
Apalagi dia adalah seorang wanita karir yang sukses. Walau usia
perkawinan mereka baru berjalan satu tahun, namun dia merasa hambar
dengan kehidupan perkawinannya. Dia merasa kurang dekat dengan
suaminya. Pertemuan mereka lantaran diperkenalkan, tapi dia sangat
mencintai suaminya. Menurut pengakuan temanku itu, suaminya memang
pendiam, tidak terbuka, cuek, tapi kadang agak temperamen dan sewot
kalau berbicara dengan dia. Padahal dia tidak melakukan kesalahan
apapun atau membantah omongan suaminya. Kadang dia berpikir, apa
suaminya tidak terlalu mencintainya? Bahkan suaminya malah bisa lebih
ramah dan hangat dengan orang lain. Dia selalu sabar dan lemah lembut
menghadapi sikap suaminya. Bahkan suaminya sering memuji wanita
cantik, sehingga
dia merasa tidak dihargai. Dia sudah berusaha bicara dari hati ke hati
dan dengan cara baik- baik, tapi suaminya tidak mau menjawab dan
berlalu begitu saja. Terkadang jawabannya menyinggung perasaan, "Saya
sudah pusing di
kantor, gak usah nambah-nambah masalah deh!". Akhirnya setiap masalah
tidak pernah ada penyelesaian.

Sebagai seorang sahabat yang baik apa yang harus aku lakukan?
Memberikannya masukan, nasehat, pandangan, pendapat atau apa yang
harus aku katakan? Hatiku benar-benar berkecamuk. Sahabatku seharusnya
konsultasi ke Psikolog atau Lembaga yang berwenang mengurusi masalah
dalam rumah tangga, bukan kepadaku! Aku tidak tahu bagaimana perilaku
suaminya yang sebenarnya, tidak pula mengenal suaminya dan tentu saja
karena aku belum
menikah, jadi sebenarnya aku sendiri yang harus banyak belajar dari
kehidupan orang yang sudah berkeluarga.

Akhirnya, aku memberanikan diri untuk mengemukakan pendapatku dan
memposisikan diri tidak memihak kepada siapapun. Walau aku belum punya
pengalaman dalam berumah tangga, namun aku berprinsip seperti ini,
bahwa
manusia bisa belajar darimana pun dan dari siapapun. Kita juga tidak
perlu mengalami suatu masalah terlebih dahulu baru bisa memahami orang
lain dan jangan takut untuk
mengeluarkan pendapat, selagi pendapat kita itu tidak menggurui bahkan
berlebihan. Kita bisa mengetahui banyak hal dengan mengamati, membaca,
mendengar atau merasakan apa yang terjadi di sekitar kita atau belajar
dari pengalaman orang lain.

Sejujurnya, aku cuma bisa berteori saat ini. Aku tahu dan sadar
sepenuhnya bahwa, kehidupan berumah tangga tidak segampang seperti
membalikan telapak tangan. Perkawinan tak akan bertahan lama kalau
hanya istri yang
mencintai suami, atau suami saja yang melihat bahwa perkawinan itu
patut dipertahankan. Apalagi jika tercetus kata-kata seperti ini, "Mau
sama saya ya syukur, tak maupun tak apa-apa. "Apapun kondisi istri
ataupun suami saat ini dan kondisi mereka sebelumnya karena pengalaman
hidup dan latar belakang kehidupan mereka sebelum menikah, sebelum
memutuskan untuk menikah, mereka seharusnya bisa saling memahami bahwa
"Pernikahan bukanlah berusaha mencari pasangan yang cocok bagi kita,
melainkan kita berusaha menjadi pasangan yang cocok bagi sesiapa pun
dia." Ini jelas
bahwa kenyataannya sebenarnya suami istri memang dua makhluk yang
berbeda. Setiap orang sebelum memutuskan untuk menikah, tentu
mempunyai alasannya. Langgeng
atau tidaknya suatu perkawinan tidak terlepas dari niat masing-masing.
Untuk kondisi jaman sekarang, bermodalkan cinta saja tidak cukup, tapi
cinta perlu dan harus selalu dipupuk. Karena didalam cinta ada rasa
sayang, pengertian dan komunikasi. Akan tetapi, dengan sedih aku
katakan bahwa, ada pula suami yang memang sengaja tidak mengagendakan
kenyamanan istrinya sebagai prioritas hidupnya, sehingga ia lalu malah
menganggap bahwa istri adalah sumber ketidaknyamanan. Suami tidak
terbuka, tidak bicara dari hati ke hati, dan minim perhatian.
Laki-laki seperti ini biasanya tidak membawa istrinya ke lingkungan
sosialnya, mengenalkan
pada sahabat-sahabatnya di masa bujang atau pacaran dulu dan menolak
melakukan aktifitas bersama-sama.
Parahnya lagi, seorang lelaki menikah istrinya, utamanya karena
desakan keluarga, sudah terlalu lama sendiri, hanya untuk memehuhi
harapan ibunya padahal dia sendiri belum siap untuk menikah (lagi),
atau bahkan karena ia
melihat bahwa istri adalah sumber kemapanan bagi dirinya secara
financial. Menyedihkan sekali.

Setiap wanita butuh perhatian dan kasih sayang karena secara kodrati,
sekuat-kuatnya dan setegar-tegarnya
wanita, membutuhkan sosok pria disampingnya untuk memberikannya rasa
aman dan nyaman dalam mengarungi bahtera perkawinan yang harmonis
secara bersama-sama. Oke lah setiap orang berbeda-beda cara
mengekspresikan cinta dan rasa sayangnya, paling tidak, ia bisa
mengekspresikan respek atau rasa hormat pada
pasangan hidupnya, misalnya dengan mendengarkan saat istri berbicara
dan memenuhi harapan istri tentang kejelasan sikap suami yang tidak
sesuai dengan harapannya, begitu pula istri terhadap suami. Ah,
mungkin terdengar terlalu berteori. Akhirnya aku teringat pada sebuah
cerita yang pernah aku baca, yang intinya hampir sama juga dengan
kejadian yang dialami sahabatku. Siistri merasa tidak dicintai dan
sebelum dia minta untuk bercerai dia mengajukan pertanyaan yang nanti
akan menunjukkan "bukti cinta" suaminya. Akhirnya aku meminta dia
membaca cerita yang memang sudah lama sengaja aku simpan dikomputerku.
Lalu saat dia mulai meneteskan airmata aku mulai bicara..

Sahabatku..aku tau rasanya terabaikan, tak diperhatikan, tak dihargai,
bahkan merasa tak dicintai oleh pasangan kita. Aku tau lelah berjalan
dan bahkan berjuang sendiri dalam cinta. Tapi di saat kita merasa
cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita
merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita
inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud yang
lain yang tidak pernah bisa kita bayangkan sebelumnya.

Sahabatku...Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta
dari pasangan kita, dan bukan
mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud
bunga atau rayuan. Lihatlah kebaikan yang lain dari suamimu, berpikir
positif lah. Pertahankan rasa percaya diri, walau suami tidak pernah
memuji atau suami tidak pernah mengatakan bahwa kamu cantik, kamu
pasti punya hal-hal positif dalam diri.

"Bahwa tidak ada orang yang bisa membuat kamu rendah diri kecuali kamu
memang mengijinkan orang untuk merendahkanmu."

Lindungi diri dari erosi rasa percaya diri karena perlakuan suami."

Sahabatku……
Pertahankanlah hal positif yang kamu peroleh dari interaksi dengan
rekan kerja atau keluargamu. Bila kita berbuat sesuatu yang bermanfaat
bagi orang lain, kita akan kembali dalam perasaan nyaman dengan diri
sendiri.
Pada akhirnya kamu harus memperhatikan diri sendiri, bukan? Karena
kalau bukan kita sendiri yang sayang pada diri kita, siapa lagi yang
akan melakukannya?

Mengutip pendapat dari seorang teman, aku setuju
banget dengan pendapatnya tentang sebuah pernikahan
bahwa, "Kekurangan yang ada untuk memakluminya apa
adanya.....ini sebagai bahan intropeksi karena selain
bersyukur di beri kemudahan untuk mencari pasangan, kita tdk bisa
menilai seseorang dari sudut pandang
diri sendiri."
"Mata manusia berada di bagian depan, hanya dapat melihat kekurangan
orang lain, maka sama sekali tidak bisa melihat kekurangan diri
sendiri."

Akhirnya berguna juga cerpen-cerpen yang aku simpan dikomputer itu.
Aku memang sengaja mengumpulkan cerita dan artikel manis pahit lika
liku tentang rumah tangga. Untuk bahan pengingat, pembelajaran dan
pemotivasi bahwa rumah tangga tak selalu mulus dan indah seperti
bayangan kita. Adakalanya kita merasakan ketidak adilan dan kita
berhak dan pantas untuk mendapat yang lebih baik, tapi itu semua kita
harus pandai-pandai mengambil hikmah..bukan emosi sesaat.

Kulirik dia yang asyik membaca judul demi judul cerita-cerita itu.
Meskipun masih sambil meneteskan air mata aku rasa dia sudah menemukan
jawaban dari curhatnya itu. Leganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar