Ilmu tidak selamanya menolong seseorang dari kesesatan. Bisa jadi ilmu malah menjerumuskan ke lembah kehinaan. Alangkah banyaknya manusia yang sombong disebabkan penguasaannya terhadap ilmu. Dengan ilmunya ia memandang orang lain lebih rendah, bodoh dan hina. Sementara ia menganggap dirinya mulia, terhormat dan paling hebat.
Kesombongannya nampak dalam sikapnya. Ketika ada yang menyanggah pendapatnya, ia segera menyela dengan perkataan negatif, “Ilmumu terlalu dangkal, masih bau kencur, anak kemarin “ atau pernyataan-pernyataan negatif lainnya. Sesungguhnya orang yang alim adalah mereka yang tunduk, merendah karena takut kepada Allah. Ilmu yang dikuasainya tidak lebih dari setitik air dari samudra yang luas tiada batas. Ia menyadari tidak memiliki apa-apa. “Dan tidaklah diberikan kepadamu ilmu, kecuali sedikit sekali.” (QS Al-Isra :85).
Iman Ghazali pernah menyatakan, semakin banyak ilmu dikuasai,ia merasa semakin bodoh saja. Ibarat padi semakin berisi, semakin merunduk. Sebaliknya tong kosong nyaring bunyinya. Orang yang tekun beribadah bisa juga menjadi sombong. Mula-mula tumbuh perasaan dalam hatinya bahwa dirinya lebih tekun, lebih baik lebih mulia. Di hitung-hitung pula amal ibadahnya, kemudian disimpulkannya sendiri bahwa shalatnya lebih lama, membaca Qur’annya lebih banyak, dzikirnya lebih khusyu’. Perasaan-perasaan lebih itu bisa saja menggumpal dalam hati, kemudian syetan membisikkan kepadanya, memang engkau lebih baik. Bila hati membenarkan bisikan ini, maka kesombongan telah bersemi.
Lebih jauh kesombongan karena ibadah ini melahirkan sebuah tindak perbuatan. Hal itu bisa tampak dari sikap dan perilaku keseharian, bagaimana dia berjalan, menyapa dan berinteraksi dengan orang lain. Atau lebih menonjol lagi bila hal itu diucapkan dalam berbagai kesempatan. Tanpa diminta, dia bercerita tentang amal ibadahnya. Tanpa ragu kadang terlontar kata yang menganggap kecil arti ibadah orang lain. Namun sebaliknya orang berilmu yang diminta untuk menyampaikan ilmunya kepada orang banyak untuk berdakwah “amar ma’ruf nahi mungkar”, tapi ia tidak mau bahkan menyembunyikan diri dan ilmunya seolah kebaikannya jangan sampai orang lain tahu, hingga ia tidak mau ditampilkan kebaikannya agar dinilai orang bahwa dirinya tidak sombong. Justru terkadang syetan mulai membisikkan dirinya ke dalam kesombongan. Agar dakwahnya tersumbat, agar kebaikannya tidak bisa menjadi teladan orang lain. Orang yang demikian pun bisa menjadi orang yang sombong.
Karena itu berhati-hatilah, agar ilmu dan kepandaian yang kita miliki tidak menjadikan kita orang yang sombong. Namun dengan ilmu dan kepandaian itu kita sampaikan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, dengan dasar Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad saw. “Tidak akan masuk sorga orang-orang yang melekat dalam hatinya sifat takabur, walau sebesar biji sawi” (Hr. Muslim). Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang sombong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar